Welcome to my blog, hope you enjoy reading
RSS

Pages

Sabtu, 20 Oktober 2012

psikologi




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Inteligensi(kecerdasan)
Inteligensi atau yang sering disebut dengan kecerdasan otak merupakan salah satu faktor yang turut menentukan cepat atau lambatnya seseorang didalam proses memecahkan suatu masalah. Inteligensi itu berasal dari kata Latin:”intelligere”yang berarti:menghubungkan atau menyatukan satu sama lain (to relate=menghubungkan,to organize= mengorganisasikan, to bind together= mengikat bersama). ( Affifudi, dkk, 1986:39)
Inteligensi bukanlah suatu yang bersifat kebendaan, melainkan fiksi ilmiah untuk  mendeskripsikan perilaku individu yangberkaitan dengan kemampuan intelektual. Dalam mengartikan inteligensi(kecerdasan) ini,para ahli mempunyai pengertian yang beragam. Diantara penertian kecerdasan itu adalah sebagai berikut:
a.       C.P.Chaplin (Syamsu Yusuf,2010:106) mengartikan kecerdasan itu sebagai kemampuan menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap situasi baru secara cepat dan efektif
b.      Binet(Syamsu Yusuf,2010:106) menyatakan bahwa sifat hakikat kecerdasanitu ada tiga macam, yaitu:
·         Kecerdasan untuk menetapkan dan mempertahankan (memperjuangkan) tujuan tertentu.
·         Kemampuan untuk mengadakan penyesuaian dalam rangka mencapai tujuan tersebut
·         Kemampuan untuk melakukan otokritik, kemampuan untuk belajar dari kesalahan yanng telah dibuatnya
c.       Raymon Cattel dkk.(Syamsu Yusuf,2010:106) mengklasifikasikan kecerdasan kedalam dua kategori yaitu:
·         Fluid Inteligence, yaitu tipe kemampuan analisis kognitif yang relatif tidak dipengaruhi oleh pengalaman belajar sebelumnya
·         Crystallized Inteligence, yaitu keterampilan-keterampilan atau kemampuan nalar (berpikir) yang dipengaruhi oleh pengalaman belajar sebelumnya
d.      Super dan Cites (Soemanto. 1990) mengemukakansuatu definisi yang sering dipakai oleh sementara orang sebagai berikut “intelligence has fequently been defined as the ability to adjust to the environment or to learn from experience” (intelegensi telah sering didefinisikan sebagai kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan atau belajar deri pengalaman).
e.       Alfred Binet (Syaifudin 2004) seorang tokoh utama perintis pengukuran intelegensi yang hidup antara tahun 1857-1911 bersama Theeogore Simon mendefinisikan intelegensi sebagai terdiri atas 3 komponen :
·         Kemampuan untuk mengarahkan pikiran atau mengarahkan tindakan,
·         Kemampuan untuk mengubah ararh tindakan bila tindakan tersebut telah dilaksanakan, dan
·         Kemampuan untuk mengkritik diri sendiri atau melakaukan autocriticism
f.       Levis Madison Terman (syaifudin. 2004) mendefinisikan intelegensi sebagai kemampuan seseorang untuk berfikir secara abstrak, sedangkan H.H. Goddard mendefinisikan intelegensi sebagai tingkat kemampuan pengalaman seseorang untuk menyelesaikan masalah yang langsung dihadapi untuk mengantisipasi masalah-masalh yang akan datang.
g.      Andrew Crider (syaiful. 2004) mengatakan bahwa intelegensi itu bagaikan listrik, gampang untuk diukur tapi hampir mustahil untuk didefinisikan. Kata-kata ini banyak benarnya. Tes intelegensi sudah dibuat orang sejak sekitar 8 dekade yang lalu, akan tetapi sejauhini belum ada definisi intelegensi yang dapat diterima secara universal.

Dari pendapat-pendapat diatas,dapatlah dikemukakan bahwa hasil daripada inteligensi itu akan mengarah kepada 2 macam kenyataan,yaitu:
1.      Inteligensi Teoritis
Artinya inteligensi (kecerdasan otak) yang dengan cepat dan tepat dapat memperoleh suatu pikiran penyelesaian terhadap masalah yang dihadapinya.
2.      Inteligensi Praktis
Mengatasi suatu situasi kerja yang rumit dan sulit.(Affifudin dkk,1986:39)
Beberapa teori-teori inteligensi menurut tokoh-tokoh (Syamsu Yusuf,2010:107):
Ø  Teori “Two Factors”, dikemukakan oleh Charles Spearman (1904). Menurut Charles bahwa inteligensi meliputi kemampuan umum yang diberi kode “g” (general factors), dan kemampuan khusus yang diberi kode “s” (specific factors).
Ø  Teori “Primary Mental Abilities”, dikemukakan oleh Thurstone (1983). Dia berpendapat bahwa inteligensi merupakan penjelmaan dari kemampuan primer, yaitu : kemampuan bahasa (verbal comprehension), kemampuan mengingat (memory), kemampuan nalar / berpikir logis (reasoning), kemampuan tilikan ruang (spatial factors), kemampuan bilangan (numerical ability), kemampuan menggunakan kata-kata (word fluency) dan kemampuan mengamati dengan cepat dan cermat (perceptual speed).
Ø  Teori “Multiple Intelligence”, dikemukakan oleh J.P. Guilford dan Howard Gardner. Guilford berpendapat bahwa inteligensi itu dapat dilihat dari tiga kategori dasar atau “faces of intellect”, yaitu: Operasi Mental (proses berpikir), Content (isi yang dipikirkan) dan Product (Hasil Berpikir). Contoh : untuk dapat mengisi deretan angka 3, 6,12,24,... memerlukan “convergent operation” (hanya satu jawaban yang benar) dengan “symbolic content” (angka) untuk memperoleh suatu “relationship product” (angka rangkap berdasarkan pola hitungan sebelumnya). Sedangkan menurut Howard Gardner (1993), membagi inteligensi itu dalam 7 jenis, seperti : logical mathematical, Linguistic, Musical, Spatial, Bodily Kinesthetic, Interpresonal dan Intrapersonal.
Ø  Teori “Triachic of Intelligence”, dikemukakan oleh Roberth Stenberg (1985, 1990). Teori merupakan pendekatan proses kognitif untuk memahami inteligensi. Stenberg mengartikannya sebagai suatu “deskripsi tiga bagian kemampuan mental” (proses berpikir, mengatasi pengalaman atau masalah baru, dan penyesuaian terhadap situasi yang dihadapi) yang menunjukkan tingkah laku intelligen.
Ciri-ciri yang berhubungan dengan tingkatan kecerdasan serta pengaruhnya terhadap proses belajar(Syamsu Yusuf,2010:111):
a.       Idiot IQ: 0-29. Idiot merupakan kelompok individu terbelakang yang paling rendah. Tidak dapat berbicara atau hanya dapat mengucapkan beberapa kata saja. Biasanya tidak dapat mengurus dirinya sediri, seperti: mandi, berpakaian makan dll, dia harus diurusi oleh orang lain.
b.      Imbecile IQ: 30-40. Pada imbecile dapat diberikan latihan-latihan ringan, tetapi dalam kehidupannya selalu bergantung pada orang lain, tidak dapat berdiri sendiri/ mandiri
c.       Moron atau debil( mentally handicapped/mentally retarted) IQ: 50-69. Kelompok ini sampai tingkat tertentu dapat belajar membaca, menulis dan membuat perhitungan-perhitungan sederhana, dapat diberikan pekerjaan rutin tertentu yang tidak memerlukan perencanaan dan pemecahan
d.      Kelompok bodoh (dull/bordeline) IQ: 70-79. Secara susah payah dengan beberapa hambatan, individu tersebut dapat melaksanakan sekolah lanjutan pertama tetapi sukar sekali untuk dapat menyelesaikan kelas-kelas terakhir di sekolah menengah tingkat pertama.
e.       Normal rendah (bellow avarage) IQ:80-89. Kelompok ini termasuk normal, rata-rata atau sedang tetapi pada tingkat terbawah, mereka agak lambat dalam belajarnya.
f.       Normal sedang, IQ:90-109. Kelompok ini merupakan kelompok yang normal atau rata-rata. Mereka merupakan kelompok yang terbesar presentasennya dalam populasi penduduk
g.      Normal tinggi(above average), IQ:110-119. Kelompok ini merupakan kelompok individu yang normal tetapi berada pada tingkat yang tinggi
h.      Cerdas( superior), IQ:120-129.Kelompok ini sangat berhasil dalam pekerjaan sekolah/akademik. Mereka sering kali terdapat dalam kelas biasa.
i.        Sangat cerdas(very superior/gifted),IQ:130-139. Lebih cakap dalam membaca, mempunyai pengetahuan tentang bilangan yang sangat baik, perbendaharaan kata yang luas dan cepat memahami pengertian yang abstrak.
j.        Genius IQ:140 Ke atas. Kelompok ini kemampuannya sangat luar biasa. Mereka pada umumnya memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah dan menemukan sesuatu yang baru, walaupun mereka tidak bersekolah.
Uraian tersebut menjelaskan tentang kecerdasan dalam ukuran kemampuan intelektual atau tataran kognitif. Faktor yang paling dominan mempengaruhi keberhasilan(kesuksesan) individu dalam hidupnya bukan semata-mata ditentukan oleh tingginya kecerdasan intelektual tetapi oleh faktor kemantapan emosional yang oleh ahlinya, yaitu Daniel Goleman disebut Emotional Intelligence(Kecerdasan Emosional).
Macam-macam kecerdasan
a.       Kecerdasan linguistik-verbal,mengacu pada kemampuan untuk menyusun pikiran dengan jelas dan mampu menggunakan kemampuan ini secara kompeten melalui kata-kata untuk mengungkapkan pikiran-pikiran ini dalam berbicara, membaca dan menulis. Kecerdasan ini sangat dihargai dalam dunia modern sekarang,karena orang cenderung untuk menilai orang lain dari cara mereka berbicara dan menulis.
b.      Kecerdasan matematis-logis adalah kemampuan untuk menangani bilangan,perhitungan,pola,pemikiran logis,ilmiah.Tanpa kepekaan terhadap bilangan,seseorang kemungkinan besar tertipu oleh harapan-harapan tidak realistis akan memenagkan sebuah undian atau membuat keputusan keuangan yang keliru..
c.       Kecerdasan visual-spasial
Kecedasan visual-spasial adalah kecerdasan yang dimiliki oleh arsitek,insinyur mesin,seniman,fotografer,pilot,navigator,pemahat dan penemu.Mereka memiliki kemampuan untuk melihat dengan tepat gambaran visual disekitar mereka dan memperhatikan rincian kecil yang kebanyakan orang lain mungkin tidak memperhatikan.
d.  Kecerdasan irama musik adalah kemampuan untuk menyimpan nada dalam benak seseorang,untuk mengingat irama itu dan secara emosional terpengaruh oleh musik.Kecerdasan irama musik yang pertama dari kecerdasan yang harus dikembangkan dari sudut pandang neorologis,berkat dunia suara,irama,dan getaran yang kita rasakan sementara kita masih berada didalam kandungan.
e.  Kecerdasan Kinestetik memungkinkan manusia membangun hubungan yang penting antara pikiran dan tubuh,dengan demikian memungkinkan tubuh untuk memanipulasi objek dan menciptakan gerakan.Kecerdasan fisik adalah kemampuan menggunakan dengan baik pikiran dan tubuh secara serentak untuk mencapai segala tujuan yang diinginkan.
f.  Kecerdasan Interpersonal adalah kemampuan untuk berhubungan dengan orang-orang di sekitar kita.Kecerdasan ini adalah kemampuan untuk memahami dan memperkirakan perasaan,temperamen,suasana hati,maksud,dan keinginan orang lain kemudian menanggapinya secara layak.
g. Kecerdasan Intrapersonal adalah kecerdasan mengenai diri sendiri.Kecerdasan ini adalah kemampuan untuk memahami diri sendiri dan bertanggung jawab atas kehidupannya sendiri.Orang-oramg yang berkecerdasan interpersonal tinggi cenderung menjadi pemikir yang tercermin pada apa yang mereka lakukan dan terus menerus membuat penilaian diri.
B.Pengertian Pendidikan
Pendidikanbisa saja berawal dari sebelum bayi lahir seperti yang dilakukan oleh banyak orang dengan memainkan musik dan membaca kepada bayi dalam kandungan dengan harapan ia bisa mengajar bayi mereka sebelum kelahiran.
Pada dasarnya pengertian pendidikanadalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Menurut kamus Bahasa Indonesia Kata pendidikan berasal dari kata ‘didik’ dan mendapat imbuhan ‘pe’ dan akhiran ‘an’, maka kata ini mempunyai arti proses atau cara atau perbuatan mendidik. Secara bahasa definisi pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusiamelalui upaya pengajaran dan pelatihan.
Menurut Ki Hajar Dewantara (Bapak Pendidikan Nasional Indonesia) menjelaskan tentang pengertian pendidikanyaitu: Pendidikan yaitu tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.
Menurut UU No. 20 tahun 2003 Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara.
Sedangkan,pengertian pendidikanmenurut H. Horne, adalah proses yang terus menerus (abadi) dari penyesuaian yang lebih tinggi bagi makhluk manusia yang telah berkembang secara fisik dan mental, yang bebas dan sadar kepada vtuhan, seperti termanifestasi dalam alam sekitar intelektual, emosional dan kemanusiaan dari manusia.
           Dari beberapa pengertian pendidikan menurut ahlitersebut maka dapat disimpulkan bahwa Pendidikan adalah Bimbingan atau pertolongan yang diberikan oleh orang dewasa kepada perkembangan anak untuk mencapai kedewasaannya dengan tujuan agar anak cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri tidak dengan bantuan orang lain

C.Pendidikan Orang Tua terhadap inteligensi Anak
Sudardja Adiwikarta dan Sigelman & Shaffer (Syamsu Yusuf, 2010:36), berpendapat bahwa “ keluarga merupakan unit sosial terkecil yang bersifat universal, artinya terdapat pada setiap masyarakat di dunia (universe) atau suatu sistem soaial yang terpancang (terbentuk) dalam sistem sosial yang lebih besar. Bentuk atau pola keluarga, yaitu : 1. Keluarga batin / inti (nuclear family) yang terdiri atas suami / ayah, istri/ibu, dan anak-anak yang lahir dari pernikahan antara keduanya dan yang belum berkeluarga (termasuk anak tiri jika ada), 2. Keluarga luas (extended family) yang keanggotaannya tidak hanya meliputi suami, istri, dan anak-anak yang belum berkeluarga, tetapi juga termasuk kerabat lain yang biasanya tinggal dalam sebuah rmah tangga bersama seperti mertua (orang tua suami/istri), adik, kakak ipar atau lainnya.
           Keluarga memiliki peranan yang sangat penting dalam upaya mengembangkan pribadi anak.Perawatan orang tua yang penuh kasih sayang dan pendidikan tentang nilai-nilai kehidupan,baik faktor yang kondusif untuk mempersiapkan anak menjadi pribadi yang sehat.
Keluarga yang bahagia merupakan suatu hal yang sangat penting bagi perkembangan emosi para anggotanya(terutama anak).Fungsi dasar keluarga adalah memberikan rasa memiliki,rasa aman,kasih sayang,dan mengembangkan hubungan yang baik diantara anggota keluarga.(Diane Papalia,2008:404)
Keluarga juga dipandang sebagai institusi (lembaga) yang memenuhi kebutuhan insani (manusiawi), terutama kebutuhan bagi pengembangan kepribadiannya dan pengembangan ras manusia. Apabila mengaitkan peranan keluarga dengan upaya memenuhi kebutuhan individu dari Maslow, maka keluarga merupakan lembaga pertama yang dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Melalui perawatan dan perlakuan yang baik dari orang tua, anak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya, baik fisik biologis maupun sosiopsikologisnya. Apabila anak memperoleh rasa aman, penerimaan sosial dan harga dirinya, maka anak dapat memenuhi kebutuhan tertingginya yaitu perwujudan diri.(Syamsu Yusuf, 2010:37)
           Walaupun hampir semua orang tua menyayangi dan mengasihi anak mereka,tetapi ada sebagian yang tidak dapat atau tidak memberikan pengasuhan yang layak bagi anak mereka,dan sebagian yang lain bahkan membunuh atau menyakiti anak-anak tersebut dengan sengaja.Salah asuhan (maltreatment),oleh orang tua atau yang lain,adalah tindakan membahayakan anak yang dapat dihindari dan dilakukan.(Diane Papalia,2008:404)
Sumbangan Keluarga pada perkembangan anak ditentukan oleh sifat hubungan antara anak dengan berbagai anggota keluarga. Hubungan ini sebaliknya dipengaruhi oleh pola kehidupan keluarga dan juga sikap dan perilaku berbagai anggota keluarga terhadap anak dalam keluarga tersebut. (Elizabeth B.Hurlock,1978:202)
Ada sejumlah faktor  yang mempengaruhi perkembangan peserta didik.Menurut Santrok dalam Slavin (1997),aspek mempengaruhi perkembangan itu adalah  keturunan/genetik dan lingkungan.Para ahli genetic menyatakan kecerdasan dan temperamen merupakan aspek-aspek yang paling banyak ditelaah yang dalamperkembangannya dipengaruhi oleh keturunan.Kecerdasan Arthur Jensen (1969) mengemukakan pendapatnyabahwa kecerdasan itu diwariskan (diturunkan).la juga mengemukakan bahwa lingkungan dan budaya hanyamempunyai peranan minimal dalam kecerdasan. Dia telah melakukan beberapa penelitian tentang kecerdasan,di antaranya ada yang membandingkan tentang peserta didik kembar yang berasal dari satu telur (identicaltwins) dan yang dari dua telur (fraternal twins). Identical twins memiliki genetik yang identik, karena itukecerdasan (IQ) seharusnya sama. Fraternel Twins pada peserta didik sekandung genetiknya tidak sama karenaitu IQ-nya pun tidak sama. Menurut Jensen bila pengaruh lingkungan lebih penting pada identical twins yang dibesarkan pada lingkungan yang berbeda, seharusnya menunjukkan IQ yang berbeda pula. Kajian terhadap hasil penelitian menunjukkan bahwa seseorang yang dibesarkan pada dua lingkungan yang berbeda korelasi rata-rata IQ-nya 82.Dua saudara sekandung yang dipelihara pada dua lingkungan yang berbeda korelasi rata-rata IQ-nya 50.
            Berbicara tentang ada tidaknya hubungan antara tingkat-tingkat inteligensi anak-anak dengan tingkat-tingkat inteligensi orang tua mereka,hal ini tak lepas dengan pembicaraan tentang hereditas dalam hubungannya dengan inteligensi. (Soemanto. 1990 :142).
            Fitzgerld dan Mckinney (Soemanto, 1990 : 144), mengemukakan pengaruh tingkat pendidikan orang tua dengan perkembangan intelegensi anak sebagai berikut “tingkat intelegensi anak, disamping ditentukan oleh hereditas dari orangtua, juga oleh stimulasi dari orangtua.     Memang sudah banyak penelitian yang menunjukkan, bahwa pendidikan dapat meningkatkan skor-skor intelegensi, namun apakah intelegensi itu sendiri memang meningkat ataukah tidak, hal ini maslh menjadi pertanyaan.(Soemanto,1990:144)
            Pada usia sekolah sikap hidup yang egosentris diganti dengan sikap yang  obyektif  dan empiris berdasarkan pengalaman. Emosionalitas anak jadi semakin kurang, sedang unsur intelek dan akal budi (rasio, fikir) jadi semakin menonjol.Minat yang objektif terhadap dunia sekitar menjadi makin besar. Sehubungan dengan semua ini, masa sekolah disebut pula sebagai periode intelektual.(Kartini,1979:137)
            Pada saat ini anak tidak lagi banyak dikuasai oleh dorongan-dorongan endogen atau impuls-impuls intern dalam pembuataan dan pikirannya akan tetapi lebih banyak dirangsang oleh stimulus-stimulus dari luar. Anak sekarang mulai belajar jadi seorang realis-kecil, yang berhasrat sekali mempelajari dan “menguasai” dunia secara objektif. Untuk aktifitas tersebut ia memerlukan banyak informasi. Karenanya dia selalu haus-bertanya, meminta bimbingan, menuntut pengajaran serta pengajaran. (Kartini,1979:137)
 Menurut observasi Haditono (F.J.Monks dkk,1994:229) maka masalah underachiever (memperoleh prestasi dibawah intelektual yang ia miliki). Disebabkan oleh suatu kombinasi faktor yang banyak. Faktor pertama adalah kurangnya fasilitas belajar dalam arti luas di sekolah , terutama di pelosok-pelosok maupun dirumah. Kedua, kuranganya stimulasi mental oleh orangtua dirumah.Hal ini terutama berlaku kepada orangtua yang tidak berpendidikan hingga mereka tidak mengerti sendiri bagaimana membantu anak-anak mereka supaya lebih berhasil.Faktor ketiga adalah keadaan gizi yang bila mana dapat dicapai tingkat yang lebih tinggi maka, secara fisik anak lebih mampu menggunakan kapasitas otaknya lebih baik. Kombinasi faktor-faktor ini ditambah keadaan lain yang kurang menguntungkan seperti perubahan sistem pelajaran yang berkali-kali dalam mememukan sistem mana yang paling baik, hingga bila para pengajar sendiri belum merasa mantap dalam menerapkan sistem yang baru tersebut, semuanya ini memberikan dampak pada prestasi murid dan ikut menyebabkan terjadinya underachiever.
Pendidikan bukanlah tanggung jawab sekolah.Sekolah hanya membantu sebagian tanggungjawab kita sebagai orangtua dalam mendidik anak.Dengan demikian, anak-anak yang kita sekolahkan, bahkan di sekolahan bergengsi sekalipun, tetap membutuhkan pendidikan yang sempurna dari pihak keluarga dan masyarakat. Alangkah baiknya, jika proses pendidikan di sekolah di topang dengan upaya pendidikan keluarga dan interaksi sosila yang konduksif.(Abdul Mustaqim,2005:16)
Pendidikan anak merupakan tanggungjawab dan perhatian semua pihak terutama orangtua dan para pendidik. Sebagai sebuah proses pendidikan akan mencapai hasil yang baik apabila dilakukan sejarah, periodik yang bersinambungan. Sebagai orangtua atau pendidik, kita harus sadar bahwa lingkungan yang paling bertanggungjawab terhadap pendidikan anak adalh keluarga. Disamping lingkungan sekolah dan masyarakat, berhasil tidaknya proses pendidikan juga sangat bergantung pada lingkungan yang menumbuhkan dan mengembangkan anak. (Abdul Mustaqim,2005:22)










BAB III
PENUTUP

A.KESIMPULAN
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan diatas maka dapat diambil kesimpulannya bahwa keluarga memiliki peranan yang sangat penting dalam upaya mengembangkan pribadi anak. Begitupun pula dengan kecerdasan anak maka dapat dipengaruhi salah satunya dari keluarga / orang tua. Berbicara tentang ada tidaknya hubungan antara tingkat-tingkat inteligensi anak-anak dengan tingkat-tingkat inteligensi orang tua mereka,hal ini tak lepas dengan pembicaraan tentang hereditas dalam hubungannya dengan inteligensi.Inteligensi atau yang sering disebut dengan kecerdasan otak merupakan salah satu faktor yang turut menentukan cepat atau lambatnya seseorang didalam proses memecahkan suatu masalah.Faktor yang paling dominan mempengaruhi keberhasilan(kesuksesan) individu dalam hidupnya bukan semata-mata ditentukan oleh tingginya kecerdasan intelektual tetapi oleh faktor kemantapan emosional yang oleh ahlinya, yaitu Daniel Goleman disebut Emotional Intelligence(Kecerdasan Emosional).Alangkah baiknya, jika proses pendidikan di sekolah di topang dengan upaya pendidikan keluarga dan interaksi sosila yang konduksif. Maka diperlukan pendidikan terhadap inteligensi anak oleh orang tua. Pendidikan adalah Bimbingan atau pertolongan yang diberikan oleh orang dewasa kepada perkembangan anak untuk mencapai kedewasaannya dengan tujuan agar anak cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri tidak dengan bantuan orang lain.Sumbangan keluarga pada perkembangan anak ditentukan oleh sifat hubungan antara anak dengan berbagai anggota keluarga.






DAFTAR PUSTAKA
Afifudin, dkk. 1986. Psikologi Pendidikan Anak Usia Sekolah Dasar. Solo:Harapan Massa.
Soemanto, Wasty. 1990. Psikologi Pendidikan. Jakarta:PT.Renika Cipta.
Azwar, Saifuddin. 2004. Pengantar Psikologi Intelegensi. Yogyakarta:Pustaka Pelajar.
Mustaqim, Abdul. 2005. Menjadi Orangtua Bijak. Bandung:PT.Mizan Pustaka.
Kartono, Kartini. 1979. Psikologi Anak. Bandung:Alumni.
Papalia, Diana E., et, al. 2008. Human Development (Psikologi Perkembangan). Jakarta:Kencana.
Yusuf  LN, Syamsu. 2010. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung:PT. Remaja Rosdakarya.
L, Zulkifli. 2003. Psikologi Perkembangan. Bandung:PT. Remaja Rosdakarya.

2 komentar:

Unknown mengatakan...

setelah kubaca . . . ug ku malah tambah bingung yawh??

Unknown mengatakan...

h h h h h :)

Posting Komentar